Kasih Menurut Dia atau kasih menurut Diri?

0 komentar
Dalam Yohanes 14:15 Sering didengar jika kita mengasihi-Nya maka turuti segala perintah-Nya.

Dalam dunia ini sering dikatakan jika kita cinta seseorang, buktikan melalui tindakan. Namun ada satu celah dalam Dunia. Buktikan menurut cara kita atau menurut orang yang kita kasihi?

Yohanes 14:15 Dengan jelas dikatakan bukti kasih itu harus menurut cara-Nya, dengan menuruti segala perintah-Nya.

Jika dengan kekuatan kita tidak mungkin manusia bisa menurut segala perintahnya. Justru akan menjadi "Salvation by Work" Kesalamatan oleh karena usaha kita.

justru dengan Yohanes 14:15 ini Yesus dengan jelas katakan bahwa memang bukti kasih adalah dengan menuruti segala perintah-Nya, namun Ia ingin mengingatkan pada kita semua bahwa tidak mungkin bagi kita menuruti dengan sempurna. Maka dari itu ajakan-Nya adalah untuk terus menerus memandang pada-Nya Ibrani 12:2. Karena dalam ketidak mampuan manusia, Kuasa-Nya menjadi sempurna 2 Korintus 12:9

Satu perenungan bagi kita semua. Apakah kehidupan kita selalu dapat memandang Ia? apakah selama ini saya melakukan segala hal yang baik hanya dengan usaha kita sendiri dengan motif  yang salah?
Akhir kata ajakan-Nya adalah mari belajar kepada-Ku karena aku sabar dan rendah hati.


Tentang Doa

0 komentar

Ketika dengar kata Doa spertinya menjadi hal yang sakral dan rohani bagi masyarakat yang beragama. Hal ini menandakan bahwa berdoa adalah penting.

Jika tubuh jasmani butuh udara untuk dapat bertahan hidup, demikian pula dengan kerohanian butuh doa . Karena doa adalah nafas jiwa.

Berdoa adalah berbicara dengan Tuhan..  membuka hati kita kepada Tuhan sama seperti seorang sahabat.

Tulisan ini hanya coret2an untuk mengisi waktu.. Mengutip dari buku Ellen White yang saya ingat..

Terlebih dari itu smua. Biarlah hari demi hari kita menyadari pentingnya doa sama halnya udara kehidupan. Tiada yang aman sehari atau sejam tanpa doa.. :)

Kesabaran dan Kemarahan

0 komentar
Pada suatu pagi, seorang guru muda berjalan melintasi sebuah desa. Walaupun usianya baru menginjak 24 tahun, namun kepandaian dan kebijaksanaannya terkenal di seluruh penjuru negeri. Tiba-tiba, langkahnya dihentikan oleh seorang pemuda yang bertubuh tinggi besar, beraut wajah merah tampak marah dan tidak senang. "Hei," katanya kasar. "Anda itu tidak berhak mengajari orang
lain..!"
Sejurus kemudian, pemuda ini mulai berteriak menantang dan menghina guru muda ini. "Tahu tidak? Anda ini sama saja bodohnya dengan orang lain. Punya kepandaian sedikit saja, sok tahu! Badan begitu kecil nyalimu cukup besar ya. Ayoo...kalau berani kita berkelahi!"
Mendapat "serangan" dari orang yang tak dikenalnya, sang guru muda justru tersenyum dan
berkata : "Teman. Jika kamu memberi hadiah untuk seseorang, tapi seseorang itu tidak mengambilnya, siapakah pemilik hadiah itu?"
Si pemuda terkejut, karena tiba-tiba diberi pertanyaan yang aneh.
Spontan, ia menjawab lantang, "Pertanyaan bodoh! Tentu saja! Hadiah itu tetap menjadi milikku karena akulah yang memberikan hadiah itu."
Guru muda ini tersenyum, lalu berkata, "Kamu benar. Kamu baru saja memberikan marah
dan hinaan kepada saya dan saya tidak menerimanya, apalagi merasa terhina sama sekali. Maka kemarahan dan hinaan itu pun kembali kepadamu. Benar kan? Dan kamu menjadi satu-satunya orang yang tidak bahagia. Bukan saya. Karena sesungguhnya, melampiaskan emosi kemarahan adalah sebuah proses menyakiti diri sendiri. Membangkitkan sel-sel negatif di dalam diri"
Pemuda itu terdiam, mencoba mencerna kata demi kata sang guru. Perlahan tapi pasti, kepala
dan hatinya seperti tersiram air dingin, ketika mendapat sebuah kesadaran baru. Sebelum meninggalkan sang pemuda ini, sang guru muda pun menyampaikan sebuah kata-kata bijak untuknya. "Jika kamu ingin berhenti menyakiti diri sendiri singkirkan kemarahan dan ubahlah menjadi cinta kasih.Ketika kamu membenci orang lain, dirimu sendiri tidak bahagia bahkan tersakiti secara alami. Tetapi ketika kamu mencintai orang lain, semua orang menjadi bahagia."
Pesan dibalik cerita ilustrasi di atas: Saat kemarahan sedang menghampiri kita, berusaha lah menundanya sejenak! Jangan biarkan dia lepas tanpa kendali.Mengumbar kemarahan adalah pantulan ketidakbahagiaan. Karenanya, mari kita belajar mengembangkan kebahagiaan setiap saat. Dengan berbahagia, maka tidak akan muncul kemarahan dan kebencian. Tanpa kemarahan dan kebencian, tidak ada proses menyakiti diri sendiri dan sesama.
"Orang yang tak dapat mengendalikan diri seperti kota yang roboh temboknya"